Mbah Benu Pimpinan Jemaah Aolia Klarifikasi Usai Ngaku Telepon Allah soal Idul Fitri: Mohon Maaf

Dikutip dari BANGKAPOS.COM. Usai mengaku telepon Allah terkait penetapan tanggal 1 Syawal, kini pimpinan Jemaah Aolia Kiai Haji Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranowo atau Mbah Benu meminta maaf.

Dalam pernyataan terbarunya, Mbah Benu memberikan klarifikasi terkait ucapannya tersebut.

Bukan tanpa alasan, pernyataan Mbah Benu pimpinan Jemaah Aolia soal telepon Allah kini menjadi polemik.

PBNU bahkan mengecam ucapan Mbah Benu yang mengaku telepon Allah untuk menetapkan Idul Fitri 1445 H.

"Terkait pernyataan saya tadi pagi tentang istilah menelepon Gusti Allah SWT itu sebenarnya hanya istilah,"

"Dan yang sebenarnya adalah perjalanan spiritual saya kontak batin dengan Allah SWT," kata Mbah Benu dalam pernyataan terbarunya.

Ia pun meminta maaf bilamana ucapannya telepon Allah itu sudah menyinggung banyak pihak.

"Apabila pernyataan saya yang menyinggung atau tidak berkenan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya pada semua pihak," kata Mbah Benu.

Sebelumnya viral Jemaah Aolia telah menggelar sholat Idul Fitri pada Jumat, (5/4/2024).

Pimpinan Jamaah Aolia Gunungkidul KH. Raden Ibnu Hajar Pranolo mengaku mendapat telepon dari Allah untuk menggelar Idul Fitri 2024 lebih awal.

Pria paruh baya yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Benu itu menerangkan bahwa penetapan Idul Fitri 1445 H ini bukan berdasar perhitungan.

"Tidak pakai perhitungan. Saya telepon langsung pada Allah," kata Mbah Benu sapaan karibnya dikutip tribun-medan.com dari TibunnewsBogor.com.

"Ya Allah kemarin tanggal 4 ini sudah 29 satu syawalnya kapan ? Tanggal 5. Semua koe koyongono. disalahkan wong ora popo urusanne guti Allah," tambahnya.

Putra kelima Mbah Benu, Daud Mastein mengatakan pernyataan sang ayah merupakan kiasan semata.

Menurutnya, Mbah Benu mengaji dan melakukan amalan lainnya untuk menentukan awal dan akhir Ramadan serta kedatangan bulan Syawal.

"Ya ngaji, ya amalan dan itu merupakan salah satu karomahnya beliau," kata Daud.

Daud menyadari pernyataan sang ayah telah menimbulkan kegaduhan dari pihak-pihak yang menelannya mentah-mentah.

Ia mewakili keluarga dan seluruh Jamaah Masjid Aolia tetap menyampaikan permintaan maaf untuk itu semua.

"Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah menimbulkan kegaduhan, mari kita tetap jaga kerukunan antarsesama," ujarnya.

Lurah setempat, Sutarpan mengatakan aktivitas puluhan warga yang tergabung dalam jemaah Aolia itu dilakukan sejak dulu.

Warganya sudah terbiasa dengan penetapan hari raya idulfitri lebih awal yang ditentukan oleh jemaah Aolia.

"Kami sudah terbiasa dengan ini, sehingga jika mereka merayakan lebih cepat,"

"warga di sini hanya bisa toleransi dan menghormati," ucapnya dilansir dari TribunJogja.com.

Dia mengaku, selama ini hubungan antara jemaah Aolia dan warga yang bukan jemaah terjalin harmonis. Warga saling memahami.

"Tidak pernah ribut-ribut. Kami di sini ya damai saja. Mereka ibadah ya silakan. Tidak ada yang merasa terganggu,"ujarnya.

Hubungan harmonis itu, kata Sutarpan, dapat dilihat saat perayaan Lebaran yang ditetapkan oleh pemerintah.

Di sisi lain, Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas, mengatakan perayaan Idulfitri yang lebih awal dilakukan oleh ratusan jemaah Aolia merupakan keyakinan mereka dan harus dihormati.

"Itu keyakinan mereka dan kita harus hormati," ujarnya kepada Tribunnews.com, Jumat (5/4) malam.

Sementara terkait pernyataan Mbah Benu yang menelepon Allah, Ketua MUI Asrorun Ni'am menilai pernyataan itu merupakan sebuah kesalahan sehingga perlu diingatkan.

"Kasus di sebuah komunitas di Gunungkidul itu jelas kesalahan, perlu diingatkan. Bisa jadi dia melakukannya karena ketidaktahuan,"

"maka tugas kita memberi tahu, kalau dia lalai, diingatkan," kata Ni'am kepada wartawan, Sabtu (6/4/2024).

Ni'am memandang praktik agama tersebut bisa dikatakan menyimpang jika dilakukan dalam kondisi kesadaran penuh.

Menurutnya, jika mengikuti praktik tersebut hukumnya haram.

"Kalau praktik keagamaan itu dilakukan dengan kesadaran dan menjadi keyakinan keagamaannya,"

"maka itu termasuk pemahaman dan praktik keagamaan yang menyimpang, mengikutinya haram," ujarnya.

Ni'am menyampaikan puasa Ramadan termasuk dalam ibadah mahdlah. Penentuan awal dan akhir ibadah telah ditetapkan oleh syariah.

Menurutnya, Pelaksanaannya mesti berlandaskan ilmu agama serta keahlian.

"Tidak boleh hanya didasarkan pada kejahilan. ⁠Bagi yang tidak memiliki ilmu dan keahlian, wajib mengikuti yang punya ilmu dan keahlian."

"Tidak boleh menjalankan ibadah dengan mengikuti orang yang tak punya ilmu di bidangnya," katanya.

Mengenal Jemaah Aolia dan Aliran yang Dianut

Fenomena Jamaah Aolia lebaran lebih awal bukan kali pertama terjadi.

Tahun 2023, Jemaah Aolia yang beralamat di Panggang III, Giriharjo, Panggang, Gunungkidul, juga menggelar Salat Id dua hari lebih cepat dari jadwal Salat Id yang ditetapkan pemerintah.

Pada saat itu Jemaah Aolia salat Id pada hari Kamis (20/4/2023).

Sementara pemerintah menetapkan Salat Idul Fitri 2023 jatuh pada Sabtu (22/4/2023) dan PP Muhammadiyah menetapkan Salat Idul Fitri 2023 jatuh pada hari Jumat (21/4/2023).

Tahun 2024 ini, Jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul, Yogyakarta, akan melaksanakan Salat Idul Fitri hari ini, Jumat (5/4/2024).

PP Muhammadiyah menetapkan Salat Idul Fitri 2024 (1445 H) jatuh pada hari Rabu (10/4/2024). 

Pemerintah belum menetapkan hari dan tanggal pelaksanaan Salat Idul Fitri 2024, tetapi diperkirakan akan sama dengan Muhammadiyah, yakni Rabu (10/4/2024).

Bila pemerintah menetapkan Salat Id 1445 H tanggal 10 Apri, berarti Salat Id yang dilaksanakan Jemaah Masjid Aolia lebih cepat atau ada selisih lima hari dengan tanggal Salat Id veri Muhammadiyah atau pemerintah.

Jemaah Masjid Aolia menganut aliran Ahlussunah Wal Jamaah.

Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunah Nabi dan sunah khulafaurrasyidin setelahnya.

Putra ketiga Pengasuh Jemaah Aolia, Musa Asigbillah mengaku bahwa Jemaah Masjid Aolia terbentuk sudah cukup lama sebelum dirinya lahir.

Dan hingga sekarang, Jamaah Aolia tersebar di berbagai daerah terutama Jawa Tengah dan DIY, bahkan tidak bisa menghitung secara pasti karena jumlahnya sangat banyak.

"Kalau secara pasti saya tidak tahu karena sangat banyak. Di (Kecamatan) Panggang ada sekitar 10 titik," tutur dia.

Dia menyebutkan, jika Mursyid Kiai Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranowo atau Mbah Benu keilmuannya secara Laduni yang turun tiba-tiba ke pribadi Raden Ibnu Hajar Sholeh.

Menurut cerita, Mbah Benu pernah dibimbing oleh mursyid-mursyid.

"Beliau pernah mondok seperti di Pesantren Mbulus, pesantren daerah Maron Purworejo."

"Bahkan, beliau dibimbing juga mursyid-mursyid yang lain seperti Gus Jogo Rekso di Muntilan, Syech Jumadil Kubro dimakamkan di Gunung Turgi dan Sunan Pandanaran di Klaten," ujarnya.

Musa mengatakan bahwa Jemaah Masjid Aolia dipimpin langsung oleh Kiai Haji Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranowo atau lebih dikenal dengan nama Mbah Benu.

Setelah itu, Mbah Benu oleh jamaahnya disebut sebagai Mursyid atau guru.(LS)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama